Imam Ghazali rah.a membagi su'ul khatimah mejadi dua tingkatan.
Pertama ialah berkenaan dengan hati dan perasaan seseorang menjelang sakaratul maut merenggut. Hatinya menjadi ragu-ragu serta tidak percaya lagi kepada Allah kemudian mati dalam keadaan tidak beriman.
Kedua ialah hubbud-dunya (cinta dunia) yaitu seseorang yang dirundung kecintaan dalam urusan dunia yang tidak ada hubungan terhadap masaalah akhirat. Dari dua tingkatan tersebut tingkat pertama lebih berat siksanya sebab dalam Qur’an disebutkan bahwa api neraka hanya akan menimpa orang-orang yang tertutup hatinya terhadap Allah. Semoga kita diberi hidayah oleh Allah agar terhindar dari keadaan suul khatimah (insyaAllah).
Pada tingkat pertama: menjelang sakaratul maut dalam keadaan kesakitan yang berat sehingga hatinya menjadi ragu-ragu kemudian memuncak sehingga muncul ketidak percayaan lagi kepada Allah. Apabila nyawa dicabut maka orang semacam ini akan mati dalam keadaan tidak beriman, naudzubillah. Kematian ini bisa terjadi karena kekufuran terhadap Allah manakala sifat ini menjadi penghalangnya dengan Allah swt selama-lamanya. Tabir kekufuran ini menyebabkan akan menerima azab dari Allah swt terus menerus.
Tingkat yang kedua: yaitu hati manusia yang dikuasai oleh kecintaan terhadap masalah-masalah dunia yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan urusan akhirat. Sebagai contoh ialah, apabila seseorang yang sedang membangun rumah dan dalam proses membangun rumahnya sakaratul maut segera menjemput. Pada keadaan semacam ini dia hanya teringat akan pembangunan rumah yang belum selesai, tidak ada nama Allah dihatinya. Orang macam ini adalah mati dalam keadaan jauh dari Allah swt. Orang yang dalam hidupnya hanya ingat akan hartanya atau lebih mencintai harta dibandingkan dengan Tuhannya maka dia akan menerima azab yang pedih dari Nya.
Demikianlah sifat su'ul khatimah yang umumnya dihindari oleh orang mukmin yang tidak hanya tergiur dengan hubbud-dunya (cinta dunia) tetapi masih selalu ingat kepada Allah swt. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa pada hari kematian harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (periksa di surat asy-syu’ara 88-89). Kepada orang semacam ini akan terhindar dari panasnya api neraka. Dalam hadist riwayat Ya’la bin Munnabbih apineraka berkata “Silahkan kalian berlalu wahai orang mukmin, karena cahaya yang terpancar dihatimu telah memadamkan nyala apiku.”
Ada beberapa penyebab sifat su'ul khatimah, secara umum seperti yang telah diuraikan dengan singkat seperti di atas. Seorang yang hati-hati dalam menempuh hidup, zuhud, saleh pun dapat bersifat su'ul khatimah pada saat sakaratul maut. Hal ini dimungkinkan karena pada saat hidupnya masih melakukan bid’ah, bertentangan dengan sifat-sifat yang telah dianjurkan oleh Rasulullah saw serta para sahabat dan tabi’in. Rosulullah saw pernah berkata kepada sahabat tentang Khawarij yang rajin shalat dan membaca al-Qur’an: “Membaca Al-Quran lebih rajin dari kamu (para sahabat) dan solatnya lebih rajin daripada kamu; sampai masing-masing jidadnya(dahinya) hitam , tapi mereka membaca Al-Quran tidak sampai ke lubuk hatinya dan solatnya tidak diterima oleh Allah swt.”
Jadi bid’ah adalah sangat berbahaya, karena dapat menyesatkan keyakinan seseorang, bahwa menyerupakan Allah dengan makhluk. Misalnya : betul-betul duduk dalam Arash, padahal Allah itu Laisakamislihi syai’un. Apabila nanti pintu hijab telah terbuka maka akan didapati bahwa Allah tidak seperti yang telah dibayangkan. Dan ia mengingkari Allah. Nah, dikala itu ia akan mati dalam Su'ul Khotimah. Kelak kalau orang sudah sakaratulmaut dan terbuka hijab, baru menyadari bahwa kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang menjadi bayangannya. Dia mati dalam keadaan suul khatimah, walaupun amalannya sangat baik. Na’udzubillah, maka dalam ibadah kita harus iktikad.
Apabila kita salah dalam iktikad krn pemikiran sendiri atau krn ikut-ikutan pada orang lain, ia akan terkena mara bahaya. Kesalehan dan kezuhudan serta tingkah laku yang baik, tidak mampu menolongnya. Bahkan tidak ada yang akan menyelamatlkan dirinya melainkan iktikad yang benar. Krn itu perhatikan dan contohlah hal-hal yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW yang semua didasarkan pada iktikad yang baik. Orang yang fikirannya sederhana adalah lebih selamat. Sederhana, tidak berfikir secara mendalam, meskipun bisa dikatakan orang kurang ilmunya, tapi ia lebih selamat daripada orang yang berlagak mempunyai ilmu, tapi dasar iktiqadnya tidak benar. Orang sederhana secara garis besar adalah orang yang beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Akhirat.Orang semacam ini akan selamat.
Kalau kita tidak mempunyai waktu untuk memperdalam pengetahuan ilmu Tauhid, maka usahakan dan perjuangkan agar dalam garis besarnya kita tetap yakin dan percaya; seperti itu sudah selamat. Cukup kalau didalam hatinya ia berkata : “Ya saya beriman kepada Allah S.W.T., hakikatnya berserah diri kepada Allah, dan iman kepada akhirat”. Terus dia beribadah dan mencari rezeki yang halal dan mencari pengetahuan yang berguna bagi masyarakat, sebetulnya itu lebih selamat bagai orang yang tidak sempat belajar secara mendalam.
Rasulullah s.a.w. pernah memperingatkan orang yang sedang memperdebatkan masalah takdir. Rasulullah sampai merah padam wajahnya, lalu berpidato : “Sesatnya orang-orang yang dulu itu krn suka berdebat, antara lain tentang qada dan qodar”. Dan baginda bersabda: “Orang-orang yang asalnya benar, tapi kemudian sesat, itu dimulai krn suka berbantah-bantahan. Berbantah-bantahan itu kadang-kadang memperebutkan hal-hal yang tidak ada gunanya”. Kemudian Rasulullah SAW melanjutkan sabdanya: “Sebahagian besar dari penghuni syurga itu adalah orang-orang yang fikirannya sederhana saja”diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sju-Abil Iman.
Dalam beriktkad hendaknya jangan ragu-ragu dan cukup garis besarnya saja. Rasulullah SAW melarang kita berbicara yang sia-sia tidak perlu turut campur urusan orang, berpikirlah agar ibadah kita diterima, mencari rizki yang halal. Bekerja apa saja, silahkan pilih pekerjaan yang disukai, menjadi tukang sepatu, jadi petani, atau jadi dokter, pokoknya jangan mencampuri urusan orang, kalau bukan ahlinya.
Apa yang terdapat dalam Al-Quran dan AS-Sunnah kita harus percaya dan kalau ada ayat-ayat Al-Quran yang tidak mengerti, mari kita serahkan kepada Allah swt. Bagi orang-orang awam yang bukan ahli, cukup diterima apa adanya,pokoknya kita jangan menyekutukan Tuhan dengan apapun, pegang saja laisa kamislihi syai’un. Apa yang terlintas di hati, sebetulnya hanya buatan hati saja, Jika saja timbul waswas yang dilakukan oleh syaitan, maka tolaklah itu. Bagaimana Allah itu ??? Wallahu a’lam. Allah sendiri Yang Tahu, Adapun tentang diri kita sendiripun, kita tidak tahu, apalagi zat Allah swt. Rasulullah melarang kita main ta’wil-ta’wilan terus berselindung dengan Ayat Al-Quran.
Ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an sudah pasti benar sangat berbeda dengan teori-teori manusia yang selalu mengalami proses perobahan untuk menyempurnakannya. Janganlah sekali-kali kita berani mendasarkan i’tikad yang hanya didasarkan pada hasil perhitungan saja. Sebaiknya kita mengetahuinya secara global, sebab hal itu ada yang melarang, agar pintunya jangan dibuka sama sekali. Krn ada orang yang mendapat ilham dari Allah dengan dibersihkan hatinya dan inkisyaf, sebelum mati sudah inkisyaf, nanti setiap orang juga inkisyaf, meskipun bukan Wali. Namun Aulia Allah pun kadang-kadang sudah inkisaf pada masa hidupnya.
Para Wali tahu akan adab kesopanan, mereka diam, krn sulit menterjemahkan imajinasinya dengan kata-kata, seandainya hal ini dibahas maka akan banyak sekali bahaya-bahayanya. Permaslahan yang sulit tentang sifat-sifat dan dzat Allah, tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia. Mereka mendekatkan diri kepada-Nya, cukup dengan perasaan bukan dengan akal. Dan rasa batin itu belum ada bahasanya, hanya kadang-kadang paara wali membuat istilah yang hanya bisa dipahami oleh kalangan mereka sendiri saja. Ini sebab yang pertama.
Sebab yang kedua berkenaan dengan Suul Khotimah, akibat dari lemahnya iman karena sebagian besar akibat pergaulan. Orang yang bergaul dengan sesama orang yang lemah imannya, akan memperlemah keimanannya. Bacaan-bacaan yang kurang banyak manfaatnya juga dapat memperlemah iman, kecenderungan menjadi atheis dan kufur lebih besar.
Kedua sebab dari lemah iman itu ditambah lagi dengan sifat hubbud-dunya. Kalau iman sudah lemah, cinta kepada Allah juga jadi lemah, dan kuat cintanya kepada dunia yang berarti mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian. Akhirnya kalau sudah dikuasai betul-betul hubbud dunya, tidak ada tempat untuk cinta kepada Allah S.W.T. sebagai penciptanya. Hanya itu saja yang terlintas dihati; Oh, cinta kepada Allah, Allah pencipta diriku. Tapi pengakuan ini hanya merupakan hiasan bibir batin saja. Hal inilah yang meyebabkan dia terus menerus melampiaskan syahwatnya, sehingga hatinya menghitam dan membatu, bertumpuk-tumpuk kegelapan dosa itu dihatinya. Imamnya semakin lama, semakin padam; akhirnya hilang sama sekali dan jadilah ia kufur, hal ini sudah menjadi tabiat.
Allah swt berfirman dalam surat at-taubah: 87 “Hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui”. Dosa mereka merupakan kotoran yang tidak bisa dibersihkan dari hatinya. Kalau sudah datang sakaratul maut, maka cinta mereka kepada Allah semakin lemah, sebab mereka merasa berat dan sedih meninggalkan dunianya, krn keduniawian sudah menguasai diri mereka. Setiap orang yang meninggalkan kecintaannya tentu akan merasa sedih lalu timbul dalam fikirannya : “Kenapa Allah mencabut nyawaku ?” Kemudian berubah hati murninya, sehingga dia membenci takdir Allah. Kenapa Allah mematikan aku dan tidak memanjangkan umurku ? Kalau matinya dalam keadaan demikian, maka ia mati dalam keadaan Suul Khotimah, naudzubillah.
Sumber : imam Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar